Jumat, 25 November 2011

hortikulutura


Perkembangan hortikultura di Indonesia

Perkembangan hortikultura di Indonesia hingga saat ini, belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini antara lain disebabkan karena hortikultura perlu penanganan yang serius, modal besar, dan berisiko tinggi. Selain itu, harga produk hortikultura rendah dan berfluktuasi sehingga memperbesar risiko rugi bagi petani.
Adanya dorongan pemerintah dalam sistem agribisnis yang berbasis hortikultura, diharapkan perkembangan hortikultura berjalan pesat. Pengembangan agribisnis berbasis hortikultura merupakan integrasi yang komprehensif dari semua komponen agribisnis yang terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu; subsistem usahatani; subsistem pengolahan; subsistem pemasaran; dan subsistem penunjang.
Proses pengolahan/pengawetan merupakan salah satu bentuk kegiatan agribisnis hortikultura yang bertujuan untuk mengubah bentuk fisik menjadi bentuk fisik lain yang tahan simpan. Selain itu, kemampuan melihat peluang dan potensi, serta mengatasi kendala yang ada merupakan usaha untuk meningkatkan pengembangan hortikultura yang berorientasi pada agribisnis.
Dalam mengatasi kendala yang ada, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, yaitu adanya beberapa kebijaksanaan.

CIRI - CIRI  tanaman Pangan Yaitu :

Hasil tanaman hortikultura mempunyai sifat (cirri – cirri ) khusus yaitu sbb :
1. Mudah / cepat busuk, tetapi selalu dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar. Sejak panen sampai pasar memerlukan penanganan secara cermat dan efisien karena akan mempengaruhi kualitas dan harga pasar.
CONTOH : Wortel, bayam, asparagus, Kol, sawi. kangkung, cabai, brokoli tomat, terong, dsb

2. Memiliki nilai estetika, jadi harus memenuhi keinginan masyarakat umum. Keadaan ini sangat sulit karena tergantung pada cuaca, serangan hama dan penyakit, namun dengan biaya tambuhan kesulitan itu dapt diatasi.
CONTOH : Bunga gladiol, Bunga sedap malam, bunga krisan dsb

3. Pruduksinya musiman, beberapa diantaranya tidak tersedia sepanjang tahun,
CONTOH : Durian, Langsat, Rambutan, Manggis , Mangga dsb.

4. Memerlukan voleme (ruangan) yang besar, menyebabkan ongkos angkut menjadi besar pula dan harga pasar menjadi tinggi. CONTOH : Durian.

5. Memiliki daerah penanaman (geografi) yang sangat spesifik atau menuntut Agroklimat tertentu,
CONTOH : Jeruk Tebas, Durian Balai Karangan, Langsat Punggur, Duku Palembang, Jeruk Garut, Mangga Indramayu, Markisa Medan, Rambutan Parit Baru, Nenas Palembang ,Dsb.



Ciri-ciri tanaman Perkebunan

  1. Tanaman perkebunan semusim
  2. Memerlukan voleme (ruangan) yang besar, menyebabkan ongkos angkut menjadi besar pula dan harga pasar menjadi tinggi
  3. tidak mudah rusak
  4. Dan lainnya


Persamaan dan perbedaan tanaman pangan dengan tanaman perkebunan
1. Tanaman Pangan
Sub sektor ini, memiliki beberapa komoditas yang diexport dengan kontribusinya cukup besar terhadap total export Lampung, yaitu jagung dan buah nanas. Pada tahun 2000, kontribusi nilai export jagung terhadap total export Lampung sebesar 5.02 % dan kontibusi dari buah nanas yang telah diolah menjadi buah kaleng, kontribusinya sebesar 7.70 %, sedangkan hasil untuk jenis buah – buahan lainnya dan sayuran yang telah diolah atau juice sebesar 1.67 % pada tahun yang sama.
Rencana investasi selama 6 tahun terakhir ini (2000 – 2006), terdapat 31 proyek yang disetujui, 13 proyek PMDN dan 18 proyek PMA. Dimana rencana nilai investasinya secara kumulatif untuk PMDN sebesar US$ 3.763.050 juta, sedangkan untuk PMA US$ 178 juta.
Untuk potensi di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, antara lain lahan masih luas berupa lahan datar (low land) yang kesuburan tanahnya marginal cukup besar untuk berproduksi dan sumber pengairannya cukup, karena banyak sungai besar dan tersediannya tenaga kerja siap pakai, dimana sumber angkatan kerja diantaranya dari transmigasi.
2. Tanaman perkebunan
Sub sektor perkebunan, merupakan sub sektor terbesar kedua setelah tanaman pangan dan hotikultura dengan kontribusi yang signifikan pada perekonomian Lampung, sebesar 11.26 % pada tahun 2000 dan mempunyai tingkat pertumbuhan riel rata–rata sebesar 5.12 % pertahun dari tahun 1993 sampai 2000.
Sub sektor ini, memiliki beberapa komoditas utama yang diexport dengan kontribusi cukup signifikan terhadap total export Lampung, yaitu kopi, Lada dan karet. Pada tahun 2000, kontribusi nilai export dari ketiga komoditi tersebut terhadap total nilai export Lampung sebesar 37.28 %.
Provinsi Lampung mempunyai keunggulan di perkebunan ini, antara lain ; lahan dengan kemiringan yang memadai (Datar–bergelombang) masih luas untuk berproduksi dan tanahnya sesuai dengan tanaman tahunan, tesediannya tenaga kerja siap pakai relatif besar, terutama berasal dari angkatan kerja transmigrasi, tersediannya sarana infrastruktur yang memadai, seperti pelabuhan untuk perdagangan Internasional dan lokasi Provinsi Lampung dekat dengan Sentra Pasar Nasional (Jakarta) dan relatif dekat dengan Sentra Pasar Regional atau Intenasional (singapore).
Khusus mengenai tebu, Provinsi Lampung merupakan daerah yang sesuai untuk budidaya tebu, selain pulau jawa yang kualitas lahannya sudah mengalami degdradasi karena prioritas perubahan penggunaan lahan. Jumlah import Gula Pasir Indonesia tahun 2002 hampir mencapai 4 juta ton yang merupakan kerugian devisa yang cukup besar.
Lemahnya persaingan budidaya tebu nasional dibandingkan dengan budidaya perkebunan lain, adalah karena teknik budidaya yang semakin rendah,  terutama sesudah dipromosikannya T.I.R 30 tahun yang lalu dan kualitas lahan yang menurun yang mengakibatkan hasil rendemennya hanya 3 – 4 %. Dengan sistem yang lebih baik dan disiplin di harapkan hasil rendemen dari tebu bisa mencapai 8 – 10 % sehingga budidaya tebu akan sangat menarik secara ekonomi.

Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar